The LORD is my shepherd; I shall not want.
- Psalms 23:1

Tuesday, March 24, 2015

Memulai Itu Sulit [Perjalanan Skripsi]

Di awal tahun 2015 ini aku memasuki semester akhir, semester delapan, dimana sebagian besar anak-anak seangkatanku kenalan sama yang namanya Skripsi. Di jurusanku, Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma, sebenarnya Skripsi ini sudah dikenalkan sejak semester enam. Kenalannya dari mata kuliah Literary Research Methodology (Lit. RM) dan Language Research Methodology (Lang. RM). Di kedua mata kuliah ini mahasiswa dikenalkan pada teori-teori sastra dan kebahasaan dan belajar untuk mengaplikasikannya ke karya sastra atau teks dalam Bahasa Inggris. Sebenarnya pas udah dilewati, dua mata kuliah ini terasa sederhana karena mahasiswa belum disuruh meneliti. Mahasiswa baru belajar untuk membuat Bab 1 yang isinya Introduction atau Pendahuluan, Bab 2 yang isinya Review Theories and Literatures (mengulas teori yang dipakai dalam penelitian dan studi atau penelitian lain yang masih berhubungan dengan skripsi) dan Bab 3 yang isinya Methodology, tahap-tahap yang akan dilakukan ketika melakukan penelitian, semacam outline-nya gitu. Kalau mau curang dan asal-asalan, sebenarnya dua mata kuliah ini bisa banget dibikin ngawur asal masih logis, tapi jangan sedih kalau hasilnya mengecewakan.

Setelah selesai mengikuti kedua kelas tersebut (dua-duanya harus dipilih, nggak bisa salah satu aja), di semester berikutnya yaitu semester tujuh mahasiswa harus memilih salah satu kelas seminar dari dua pilihan ini sesuai minat masing-masing; Seminar on Literature (SemLit) dan Seminar on Language (SemLang). Nah, di kelas ini lah mahasiswa baru benar-benar belajar untuk mengaplikasikan teori ke dalam penelitian karena yang akan dipresentasikan adalah hasil penelitiannya atau Bab 4 dari Skripsi. Kebetulan aku lebih minat ke bidang kebahasaan atau linguistics karena di kelas Lit. RM, yang masuknya jam tujuh pagi, aku sering hampir ketiduran. Jadi setengah sadar gitu di dalam kelas yang bikin materi-materi kuliah nggak masuk sepenuhnya di otak. Lagipula, walaupun aku memang suka baca novel-novel fiksi tapi kalau disuruh membaca satu buku berulang-ulang itu maleeesss banget. Di kelas SemLang, aku mempresentasikan apa yang aku garap di kelas Lang. RM, tentang penggunaan code-switching atau alih-kode di dalam grup kecantikan di forum Female Daily. Awalnya aku yakin banget sama topik ini, tapi semakin aku teliti dan dalami semakin aku temukan kalau topik ini tricky. Akhirnya untuk skripsi aku memutuskan untuk ganti topik.




Friday, March 20, 2015

Berlari ke Hutan

"We fall into this sudden wonderland..."

Di atas adalah petikan lirik lagu berjudul Sudden Wonderland yang diciptakan dan dinyanyikan oleh Adhitia Sofyan, seorang lelaki yang suka bermain gitar akustik sambil bernyanyi. Buat yang penasaran, coba play ini deh untuk dengar lagunya!

Sore kemarin, aku dan mas Dody secara impulsif main ke suatu tempat di atas bukit untuk membantu menetralkan hati dari berbagai polusi duniawi (halah). Awal mula kami cuma nongkrong nggak jelas di cafe Legend karena nungguin temanku kirim detail kontak untuk diisi di tiket konsernya Tulus, aku cuma beliin aja sih bukan mau nonton. Sambil baca-baca majalah, tiba-tiba mas Dody bilang, "Ter, gimana kalo kita jalan-jalannya sekarang aja? Mumpung aku ada waktu". Aku emang selo banget nggak ada kerjaan, jadi aku langsung bersemangat pergi dan pilihan jatuh pada...Hutan Pinus Imogiri!



Monday, March 16, 2015

Hi Blog!

Halo blog, wah lama banget ya udah nggak nulis disini. Aku saat ini sedang berjuang untuk mendapatkan kepercayaan diriku kembali nih setelah sempat hilang (sampai sekarang masih hilang sebenarnya) dan membuat aku hancur berkeping-keping di dalam, di luarnya sih aku masih oke-oke aja.

Sudah terlalu lama tidak bersua dengan blog ini, apa saja yang terjadi? Hmm... Banyak! Hahaha! Biar aku ceritakan dengan singkat satu per satu yaa :D

Sunday, December 14, 2014

Berjalan Menuju Dua-Satu

Saat ini aku sedang dalam perjalanan menuju dua puluh satu, beberapa jam lagi aku akan sampai disitu. Setelah berjalan melewati satu, dua, tiga...dua belas, lima belas, tujuh belas...dan dua puluh, akhirnya aku akan mencapai titik dua puluh satu, singgah disitu sebentar lalu kembali berjalan menuju titik-titik selanjutnya yang aku juga tidak tahu akan berhenti dimana.

Sebelum sampai di titik dua puluh satu, aku berada di titik dua puluh, dimana aku mulai menyadari bahwa aku beranjak dewasa dan aku merasakan puncak transisinya. Ada yang bilang, "Growing up sucks," dan pendapatku memang benar. Meninggalkan masa-masa kanak dan remaja yang sangat menyenangkan tanpa terlalu memikirkan resiko, tanggung jawab dan masa depan memang menguras kesabaran, pikiran dan menuntut kekuatan baik secara emosional maupun fisik. Biar aku ceritakan apa yang aku alami selama masa transisi di usia dua puluh tahun-ku.

Pernah kah kamu melihat cermin, menatap refleksi diri, mencoba mengagumi kelebihan namun yang kamu temukan justru kekurangan, keburukan dan kecacatan? Lalu setelah berhenti menatap cermin, berpaling memandang sekeliling yang ternyata penuh dengan orang-orang keren dengan usia tidak jauh beda bahkan lebih muda. Mulai gundah, mulai gelisah, mulai merasa rendah diri dan tidak berdaya, tidak bisa apa-apa. Kehilangan semangat, asa mulai luntur perlahan, tidak lagi bisa berlindung dan mengharapkan pujian-pujian manis dari orang terdekat karena harus menghadapi realita. Mulai sadar bahwa sudah bukan lagi saatnya untuk ongkang-ongkang kaki di rumah sambil membaca buku sampai Mama berteriak menyuruh makan, mandi atau sekedar mencuci piring dan menyapu lantai. Tidak dapat lagi mengurung diri di zona nyaman, namun terlalu tak rela untuk meninggalkannya.

Seperti itu rasanya masa transisi, dimana jiwa terbelah menjadi dua; satu ingin tetap tinggal namun satu sangat ingin meneruskan perjalanan. Aku mengerti bahwa mengenali diri sendiri itu sangat penting supaya bisa menjadi diri sendiri. Berkata, "Jadilah diri sendiri!" sangatlah mudah, tapi bagaimana mempraktekkannya? Mengenal orang lain bisa jadi bukan hal yang sulit, tapi bagaimana dengan diri sendiri? Sangat sering, di masa ini, aku ingin dikenal sebagai orang yang begini, namun ternyata jauh, jauuuuhhhhh di dalam jiwa ini aku adalah orang yang begitu. Untukku, menganalisa karakter novel adalah hal yang sangat mudah, sangat lebih mudah dibandingkan menganalisa karakter sendiri. Menganalisa karakter di novel mudah, tinggal melihat bagaimana cara berpakaian, berbicara dan berperilaku dideskripsikan baik oleh narator langsung atau melalui pembicaraan antar karakter lain. Sedangkan untuk menganalisa diri sendiri, satu-satunya yang bisa dilakukan adalah memfilter sifat dan perilaku lalu mengelompokkannya menjadi id dan super-ego kemudian menyeimbangkannya dengan bantuan ego. Rumit, bukan?

Di masa ini, aku menemukan hal-hal yang sangat aku benci ternyata bersemayam di dalam jiwaku. Angkuh, misalnya. Aku sangat membenci orang yang angkuh dan memandang orang lain rendah, nyatanya aku lah si angkuh itu. Realita memang pahit namun tidak ada cara lain yang bisa dilakukan untuk membuat kepahitan itu menghilang selain menelannya bulat-bulat.

Refleksi yang cukup berantakan, dibuat dua jam sebelum aku benar-benar meninggalkan titik dua puluh dan berpijak di titik dua puluh satu. Aku bersyukur bisa melewati masa transisi ini dengan penuh tekanan dan tantangan karena dengan adanya mereka aku bisa merasakan hidup.

Selamat ulang tahun, aku! (Karena aku juga butuh dicintai oleh diriku sendiri, salah satu caranya adalah memberi ucapan untuk diriku sendiri :p)

Belum mandi dari pagi


Monday, July 14, 2014

Pemilu Presiden Ini Aku Gagal...

Hai!

Emang rada telat untuk menerbitkan post ini, harusnya dipublish tanggal 9 kemarin supaya momennya pas. Yah, apa daya tanggal 9 waktuku habis untuk siap-siapin kebutuhan pendakian gunung Prau tanggal 10, jadi yaa...baru sempat sekarang deh.

Sebelumnya, aku mau menekankan kalau isi dari postingan ini murni subyektif. Juga, aku ga memasukkan unsur politik atau masalah lampau yang sering banget dikumandangkan di Pilpres kali ini karena aku nggak ngerti apa-apa tentang hal itu. Biarlah aku menulis tentang apa yang aku tau aja, daripada sok tau dan ternyata salah, ya kan kan kan?

Jadi, pemilu Presiden 2014 ini adalah kesempatan pertama kali dalam hidupku untuk menggunakan suara dan memilih pemimpin negara Indonesia tercinta ini. Jujur, aku nggak terlalu tertarik untuk memanfaatkan hak pilihku, bahkan aku berencana untuk tetap datang ke TPS tapi merusak surat suaranya, bikin gambar hati di kertasnya yang gede biar unyu dan anti-mainstream gitu. Ini terjadi karena dari kecil aku udah skeptis duluan sama hal-hal berbau politik, udah jengah banget melihat gimana caranya dia (baca: politik) memporak-porandakan masa kecilku. Aku mikirnya, politik itu kotor dan penuh dengan orang licik. Ya, aku nggak belajar politik memang dan nggak tertarik juga, jadi mohon dikoreksi kalau pandanganku ini sangat dangkal.

Pada Pemilu Legislatif bulan April lalu, aku malah asyik-asyikan tidur di kos disaat orang lain rame-rame berbondong ke TPS (padahal bagian depan kosku dijadiin TPS). Seharusnya aku pulang Klaten untuk mencoblos, tapi aku ogah karena toh aku nggak tau mau milih siapa, kenal sama calegnya aja enggak. Perasaan takut salah pilih dan skeptis selalu muncul, ini karena aku pernah diajak mamaku ke acara yang katanya ibadah tapi ternyata dijadikan alat kampanye sama salah seorang caleg, mana abis itu ada acara bagi-bagi duit yang diembel-embeli "uang transport" pula. BHAH! Pandanganku benar-benar buruk sama caleg-caleg itu dan aku menolak memberikan suaraku untuk mereka.

Selepas Pileg, datanglah Pilpres. Dari sekian banyak promosi, iklan, kampanye sampai acara "menyamar" yang dilakukan para bapak-bapak yang mencalonkan diri sebagai Presiden, nggak ada yang bikin aku tergugah dan merasa harus menggunakan hak pilihku. Toh, orangnya juga itu-ituuu aja, udah ketebak nanti bakal jadi kaya gimana kalau mereka memerintah. Jengah sama orang-orang yang berkali-kali mencalonkan diri sebagai Presiden, rasanya mereka itu haus banget sama jabatan. Padahal, jadi Presiden kan tugasnya nggak segampang tidur di rapat paripurna.

This photo was taken on July 19, 2014 at Ngarsopuro Street, Solo.

Kemudian, sesaat sebelum pendaftaran Calon Presiden dibuka oleh KPU, muncullah sosok yang sering dielu-elukan untuk maju ke kursi kepresidenan. Siapa lagi kalau bukan Jokowi, cah Solo yang sering dicibir karena mukanya "ndeso". Melihat beliau mendeklarasikan diri sebagai Capres, harapan untuk sesuatu yang baru langsung muncul, rasa skepstisku perlahan-lahan menghilang. Alasannya? Simple. Karena aku mengagumi sosok beliau sejak aku nonton pagelaran Solo Batik Carnival 1 di tahun 2008. Aku ceritain secara singkat yah asal mula perasaan kagum terhadap pak Jokowi ini muncul. 

Sunday, June 15, 2014

Mittsommerfest #2: Nonton Raisa Bersama Burung yang Pulang Kandang

Hai hai! 

Lagi napsu-napsunya untuk menulis nih, mumpung nggak ada kerjaan. Sekalian juga sih karena mungkin selama dua minggu ke depan nggak bisa update blog berhubung modemnya dibawa adekku ke Kutoarjo, dia praktek gitu, cuy di salah satu rumah sakit disana.

Kali ini aku mau ceritain pengalaman aku waktu nonton pensinya SMA Kolese De Britto, Mittsommerfest #2. Setelah dua tahun yang lalu aku nonton pensi SMA ini sama temenku yang namanya mbak Panjul karena mas Dody harus ke Pontianak untuk menghadiri pernikahan kakaknya, akhirnya tahun ini aku nonton pensi SMAnya dia, sama dia dan di tempat dimana dia pernah menimba ilmu. Walaupun moment-nya lebih pas yang dua tahun lalu sih sebenarnya, secara gitu guest starnya Endah n Rhesa which is duo favorite kita berdua dan acaranya digelar tanggal 14, sama kaya tanggal kita jadian, mihihiiw!


Seminggu sebelum acara pensi ini aku dan mas Dody udah berencana untuk beli tiket presale seharga Rp 45.000. Waktu lagi makan malam bareng, karena bosan nunggu makanan yang lama banget disajikan aku ngoceh ngalor-ngidul nggak jelas dan pas mataku menangkap figur sumpit di atas meja, aku langsung nyeletuk, "Ayo lomba makan nasi goreng pakai sumpit! Yang kalah nanti harus beliin yang menang tiket nonton Raisa! Yuk yuk!!". If you know mas Dody, dia adalah mahkluk yang sangat jaim dan sok cool, bisa ditebak kan jawaban dia apa? Dia jawab, "Alah opo," yang berarti tolakan. Aku paksa-paksa dia berkali-kali tapi dia tetap menolak. Yaudah deh, aku cari topik bahasan yang lain.

Perjalanan: Turun Puncak Ungaran dan Kembali ke Jogja (End)

Hai hai :D

Udah baca belum cerita perjalanan menuju puncak Ungaran? Kalo belum, silakan baca disini yah :D

Cuplikan post sebelumnya:
"Kyaaaaa rasanya seneeeennngggg buwangggeeeettt!!! Mau teriak tapi saat lihat jam, ups, ternyata udah jam 21:30 aja. Gila! Berangkat jam 1 siang sampai puncaknya hampir tengah malam, cobaa! Kita langsung berdiriin tenda saat itu karena emang udah capek banget. Bentuk tenda kita nggak karuan, yang harusnya guede dan muat 6 orang, ini buat 5 orang aja umpel-umpelan. Setelah tenda berhasil dibuat, para lelaki langsung masak mie instant sedangkan aku bersihin badan dan ganti baju di dalam tenda. Keluar dari tenda aku dibuat terpukau, mereka mencampurkan mie instant rebus rasa ayam bawang, rasa soto ayam dan mie instant goreng ke dalam satu panci dan bumbunya dimasukkin semua ke dalamnya. Hm, lezat sekali :') Berhubung lapar, mie campur aduk itu terasa enaaaaaaakkkkkkkkk bangetttt di lidah juga di perut. Udah kenyang, kita pun bergegas tidur karena emang badannya loyo semua hahahaha :D"

Sekarang, aku mau ceritain pengalaman waktu menikmati pemandangan matahari yang mulai keluar dari peraduannya dan waktu kita berlima turun gunung, juga waktu kita dalam perjalanan balik ke Jogja. Setiap perjalanan pasti menyimpan cerita, dan cerita itu nggak dibangun dalam waktu yang singkat, jadiii....siap-siap untuk scrolling -scrolling terus karena cerita perjalanan ini lumayan panjang :D


Selesai makan, kita tidur berjubelan berlima di dalam tenda yang nggak jelas bentuknya di atas permukaan yang nggak rata. Aku dapat posisi paling pojok, yang paling nyempil karena badanku paling kecil di antara 4 pria itu. Aku membungkus badanku dengan baju tebal, jaket tebal, syal, sarung dan sleeping bag, ga berasa dingin, cuy! *yaiyalah* Cuma, aku ngerasa kasian sama beberapa pendaki yang tidur di luar, mereka tidur  dengan posisi duduk dan hanya berbungkus sleeping bag dari telapak kaki sampai pinggang, sedangkan pinggang ke atas mereka tutupin pake sarung. Gilaaa, kaya apa dinginnya, yah!

Sejujurnya, aku nggak bisa tidur nyenyak saat itu karena pendaki terus berdatangan dan beruntungnya, tepat di sebelah tenda bagian aku tidur tuh ada lahan kosong. Jadilah para pendaki yang baru sampai bikin tenda disitu. Rada was-was waktu mereka masang pasak, takutnya alih-alih nancap ke tanah, pasaknya malah nancap di kepalaku lagi, eewww!


Wednesday, May 21, 2014

Marah-marah; Arogan atau Tegas?

Hai hai!

Disaat seharusnya mengerjakan tugas kuliah, aku malah tergelitik buat ngeblog karena refleksi yang tiba-tiba muncul di kepala. Terinspirasi dari sebuah artikel yang aku baca barusan tentang reaksi Gubernur Jawa Tengah saat memergoki pungli dan langsung keesokan harinya 281 petugas dipanggil untuk dievaluasi. Berlebihan nggak sih reaksinya pak Ganjar ini? Untuk aku pribadi, justru itu reaksi yang tepat untuk menyikapi fenomena pungli. Seandainya beliau santai-santai aja, mungkin pelanggaran pungli nggak akan pernah diusut.

http://www.youtube.com/watch?v=5wGuceoSno0

Semua orang pasti mengenal sosok Basuki Tjahja Purnama alias Ahok, Wakil Gubernur DKI Jakarta saat ini yang disebut-sebut hobi marah-marah. Beliau nggak ragu untuk marah-marah bahkan gebrak meja saat rapat jika dia menemukan penyimpangan; hal yang harusnya mudah tapi dipersulit. Beberapa orang menganggapnya sebagai tindakan yang kurang beretika, aku pribadi berpendapat justru dia harus melakukan itu supaya nggak dianggap enteng atau bahasa Jawanya digampangke sama pelaku penyimpangan.

http://tribunnews.com

Beberapa waktu yang lalu aku dan temanku pernah kerepotan ngerjain tugas kuliah sampai-sampai kita stress, mana waktu mau konsultasi langsung ke dosennya beliau udah pulang lagi padahal deadline tugas semakin mendekat. Jadilah aku yang hebring ini update status di Twitter biar eksis abis gitu *cih*, nggak disangka tweet yang menggambarkan kelimpunganku dalam mengerjakan tugas ditanggapi oleh seorang dosen dan berujung ditawari konsultasi (ilegal) supaya nggak bingung lagi. Lho, kenapa ilegal? Soalnya beliau bukan dosen pengampu mata kuliah itu, hehe. Singkat cerita, selesai kita konsultasi di rumahnya temanku keheranan, "Nggak nyangka ya, aku kira dia (dosen yang menawari konsultasi ilegal itu) killer ternyata perhatian banget." Ya, gimana engga perhatian, di hari libur nasional beliau mau meluangkan waktunya untuk mendengarkan curhatan galau akademik para mahasiswa gaje ini. Mana sebelumnya beliau minta dikirimin hasil pekerjaan kita dan...kita ngirimnya tengah malam; temanku ngirim jam 12 malam sedangkan aku jam 1 pagi. Bayangkan! Kalo bukan mahasiswanya, mungkin kita udah dijadiin cupcake, hahaha!

Menurut aku, wajar saja kalau dosenku ini memasang aura "pembunuh" dengan tugas yang tiada pernah berhenti setiap minggu dan aturan-aturan sepele tapi ketat yang harus ditaati. Misalnya beliau jadi dosen yang mentoleransi setiap pelanggaran mahasiswa sekecil apapun itu, mungkin mahasiswa akan bersikap seenaknya sendiri di kelasnya.

Melihat sikap pak Ganjar, pak Ahok dan dosenku tersebut, aku berpendapat kalau terkadang, "taring" memang harus diperlihatkan, cuy. Bukan untuk menunjukkan arogansi tapi lebih ke sifat tegas supaya nggak gampang diremehkan orang lain. Arogan dan tegas itu dua kata yang punya arti berbeda lho. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, arti dari kata arogan adalah "mempunyai perasaan superioritas yang dimanifestasikan dalam sikap suka memaksa atau pongah" (2005:66), sedangkan kata tegas memiliki arti "tentu dan pasti (tidak ragu-ragu lagi, tidak samar-samar)" (2005:1155). Dalam menyikapi masalah, sifat arogan ini lebih ke memaksakan kehendaknya pribadi untuk memecahkan masalah; mau itu benar atau salah, pokoknya harus argumen dia yang dipakai. Sedangkan tegas itu lebih mengacu pada menegakkan peraturan yang memang pasti dan sah walaupun itu bertolak belakang dengan opini yang dimiliki. 

Secara pribadi, aku kagum lho sama orang-orang tegas yang tentunya selain tiga tersebut di atas masih banyak bertebaran di dunia ini. Kenapa? Karena mereka berani mengambil keputusan untuk berpegang pada peraturan walaupun banyak desas-desus pencitraan, kejam, galak dan sebagainya beterbangan di sekitar. Buat aku yang masih dalam tahap pendewasaan ini, susah lho untuk cuekin omongan-omongan miring tentang diri sendiri, perlu mental yang kokoh juga telinga yang kuat.

Sifat tegas memang sangat dibutuhkan supaya nggak gampang dianggap enteng sama orang lain, tapi jangan sampai ketegasan itu berubah menjadi arogansi. Alih-alih menegakkan kebenaran, bisa jadi sendirinya nanti yang menyimpang. Maka dari itu, yuk, belajar bersama jadi orang yang tegas :D

Terimakasih sudah membaca :D
Kritik, saran atau komentar sangat diharapkan :D
Take care, GBUs!


Tuesday, May 20, 2014

Menuju Puncak Ungaran

Alohaaa!!

Udah lama aku pengen banget berbagi cerita tentang petualanganku dengan teman-teman sebulan yang lalu, tapi karena aku sedang memasuki fase malas menulis dan didukung oleh kegiatan seabrek, jadilah keinginanku itu tertunda.

Behold my friend, this is going to be a long story...

Tepat pada tanggal 19 April lalu rencana dadakan untuk mendaki gunung Ungaran akhirnya terealisasikan. Awal mula rencana ini muncul saat aku dan mas Dody pamer ke koh Li kalau kita abis jalan-jalan ke Semarang trus mampir ngopi ke Sidomukti yang ada di lereng gunung Ungaran dengan pemandangan keren abiiisss, spontan koh Li langsung bilang, "Mau naik gunungnya sekalian nggak?" Dengan girangnya aku langsung jawab, "Mauu!! AYUUUKKK!!!" Jadilah kita merencanakan tanggal, itinerary, barang-barang yang diperlukan juga rute perjalanan. Awalnya yang fix berangkat itu ada 6 orang, tapi menjelang keberangkatan 2 orang batal ikut. Sehari sebelum berangkat, mas Dody ajak temen SDnya yang langsung menyanggupi ikut berangkat walaupun mendadak. Akhirnya kita berlima; aku, mas Dody, koh Li, Endi (adeknya mas Dody) dan mas Mahesa (temen SDnya mas Dody yang kebetulan waktu SMA dulu sekomunitas bareng aku) berangkat menuju Gunung Ungaran Sabtu pagi. Iya cuy, aku yang paling cantik di antara mereka semua. MUHAHAHAHA *tertawa puas!!!*


Kita janjian kumpul jam 7 pagi sebenarnya, tapi yaa...namanya aja tukang ngaret, kita baru beneran kumpul sekitar jam 8an di kosnya mas Dody. Tentunya biar ga semaput di jalan (lelucon yang selalu dilontarkan orangtuaku karena kejadian itu tuh) kita sarapan dulu, cari yang murah meriah lah namanya juga anak kos. Selesai sarapan kita mampir rumahnya mas Mahesa buat ganti motor soalnya motor dia spionnya cuma satu. Catatan bagi para pengendara motor, biasakan gunakan spion standard yaa gausah dicopot-copot, kalau lepas pasang lagi biar ga disemprit pak polisi :)

Petualangan dimulai! Kita lewat jalan Magelang yang sudah mulai ramai dengan kendaraan bermotor lainnya. Di tengah jalan kita sempat mampir istirahat sebentar di sebuah warung kecil pinggir jalan karena boyok (pinggang) kita pegel. Setelah beberapa kali meneguk air mineral, kita pun melanjutkan perjalanan kita menuju Sidomukti, start point untuk pendakian kita :D Kalo yang kemarin itu aku dan mas Dody ke Sidomuktinya lewat jalur Ungaran, kali ini kita memilih lewat Bandungan biar lebih deket. You know what, ternyata yang kita kesasar di daerah karaokean kemarin itu, kita udah ada di kawasan Bandungan, cuuuyyy!!! Aaaarrrggghh, pantesan aja kebablasan jauh bingit!!


Tuesday, May 13, 2014

New Place to Hangout: Milk Bar!

Hai haaaiii!!!

Belakangan timeline Twitterku lagi rame-ramenya ngomongin tongkrongan baru di Jogja yang bikin aku jadi penasaran pengen nyobain seasyik apa sih tempat nongkrongnya ini? Setelah berhari-hari keponya ditahan karena belum ada waktu lowong, akhirnya tadi malam aku kesampaian juga mengobati rasa penasaranku.

Emang tempat nongkrong apa sih itu?

Jeng jeeeennnggg, MILK BAR!



Dilihat dari namanya aja udah ketahuan kan kalau ini adalah tempat untuk menyusu dengan bahagia. Dengan konsep yang modern dan minimalis, kedai susu berslogan "The Passionate Taste" ini berlokasi di Jl. Magelang KM 6, tepatnya di kawasan Jogja Paradise Foodcourt, seberangnya The Rich Hotel dan MMTC. Ruangannya lumayan kecil dan agak sempit karena berisi 5 meja bundar plus kursi-kursinya, tapi jangan khawatir kalo gasuka tempat yang sempit-sempit karena di luar disediakan juga beberapa meja bundar berpayung merah.

Milk Bar menyediakan berbagai menu milkshake yang diracik sedemikian rupa sehingga rasanya pas (nggak kurang, nggak lebih). Trus apa dong bedanya sama tempat nongkrong berbasis susu yang lain? Bedanya adalah, disini ada es krim yang terbuat dari cake, cuy! Nah lho, gimana ya rasanyaa?