Di awal tahun 2015 ini aku memasuki semester akhir, semester delapan, dimana sebagian besar anak-anak seangkatanku kenalan sama yang namanya Skripsi. Di jurusanku, Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma, sebenarnya Skripsi ini sudah dikenalkan sejak semester enam. Kenalannya dari mata kuliah Literary Research Methodology (Lit. RM) dan Language Research Methodology (Lang. RM). Di kedua mata kuliah ini mahasiswa dikenalkan pada teori-teori sastra dan kebahasaan dan belajar untuk mengaplikasikannya ke karya sastra atau teks dalam Bahasa Inggris. Sebenarnya pas udah dilewati, dua mata kuliah ini terasa sederhana karena mahasiswa belum disuruh meneliti. Mahasiswa baru belajar untuk membuat Bab 1 yang isinya Introduction atau Pendahuluan, Bab 2 yang isinya Review Theories and Literatures (mengulas teori yang dipakai dalam penelitian dan studi atau penelitian lain yang masih berhubungan dengan skripsi) dan Bab 3 yang isinya Methodology, tahap-tahap yang akan dilakukan ketika melakukan penelitian, semacam outline-nya gitu. Kalau mau curang dan asal-asalan, sebenarnya dua mata kuliah ini bisa banget dibikin ngawur asal masih logis, tapi jangan sedih kalau hasilnya mengecewakan.
Setelah selesai mengikuti kedua kelas tersebut (dua-duanya harus dipilih, nggak bisa salah satu aja), di semester berikutnya yaitu semester tujuh mahasiswa harus memilih salah satu kelas seminar dari dua pilihan ini sesuai minat masing-masing; Seminar on Literature (SemLit) dan Seminar on Language (SemLang). Nah, di kelas ini lah mahasiswa baru benar-benar belajar untuk mengaplikasikan teori ke dalam penelitian karena yang akan dipresentasikan adalah hasil penelitiannya atau Bab 4 dari Skripsi. Kebetulan aku lebih minat ke bidang kebahasaan atau linguistics karena di kelas Lit. RM, yang masuknya jam tujuh pagi, aku sering hampir ketiduran. Jadi setengah sadar gitu di dalam kelas yang bikin materi-materi kuliah nggak masuk sepenuhnya di otak. Lagipula, walaupun aku memang suka baca novel-novel fiksi tapi kalau disuruh membaca satu buku berulang-ulang itu maleeesss banget. Di kelas SemLang, aku mempresentasikan apa yang aku garap di kelas Lang. RM, tentang penggunaan code-switching atau alih-kode di dalam grup kecantikan di forum Female Daily. Awalnya aku yakin banget sama topik ini, tapi semakin aku teliti dan dalami semakin aku temukan kalau topik ini tricky. Akhirnya untuk skripsi aku memutuskan untuk ganti topik.
Aku sempat stres, lho untuk menemukan topik dan judul untuk skripsiku karena rasanya ide itu semrawut di pikiran. Pernah satu waktu aku sampai nangis dan nggak pengen skripsi aja, pesimis banget. Pacarku menyarankan untuk menemui dosen pembimbing skripsinya, seorang dosen senior yang diakui sangat menguasai linguistics, nama lengkapnya Francis Borgias Alip atau biasa dipanggil Pak Alip. I did as I told, daaannn....aku diberi pencerahan untuk judul, topik bahkan Problem Formulation atau Rumusan Masalah skripsiku! Judul dan topik skripsi pun aku ajukan sehari setelah aku konsultasi dengan beliau. Aku hanya menuliskan nama Pak Alip saja di Lembar Pengajuan Topik walaupun disarankan untuk mengajukan dua pilihan dosen sebagai dosbing. Kepedean banget emang.
Setelah judul dan topik aku kumpulkan, aku ke perpustakaan, ambil Kamus Bahasa Inggris, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Thesaurus dan Kamus Indonesia - Inggris. Kebetulan hari itu perpustakaan tutup lebih awal jadi aku hanya beberapa jam saja di situ yang hanya menghasilkan satu halaman Introduction dengan tiga paragraf. Hari itu aku semangat sekali! Tapi semangatnya nggak bertahan lama karena keesokan harinya aku merasa kehilangan motivasi, putus asa dan merasa nggak bisa mengerjakan skripsi. Setelah nama pembimbing skripsi diumumkan, aku malah tambah depresi. Satu waktu aku pernah datang ke perpus, baca buku trus nangis, ditanyain kenapa sama mas Dody, nangis, diem aja dengan tatapan kosong dan airmatanya keluar terus. Di dalam pikiranku aku selalu merasa aku nggak bisa, merasa bodoh dan nggak sanggup yang membuat aku nangis, nangis dan nangis. Saat itu aku nggak bisa ceritain ke mas Dody karena saking berantakannya pikiranku, aku nggak tahu gimana cara menyampaikannya. Nggak berhenti di situ aja, pernah juga aku banting-banting buku di perpustakaan dan langsung ngacir pergi karena ngerasa suntuk dan nggak bisa mengerti apa yang dituliskan di buku-buku teori yang aku baca (lebih tepatnya aku ambil dari rak). Sejak itu, aku ke perpustakaan untuk pinjam buku yang kemudian aku bawa balik dan baca kos, untuk jaga-jaga aja sih sebenarnya supaya aku nggak melakukan hal-hal bodoh lagi di tempat umum saat nggak bisa mengendalikan emosi.
Aku akhirnya mengerjakan Bab 1 dari skripsiku setelah mas Dody terus-terusan menyemangati dan mengingatkanku untuk mengerjakan sebisanya. Katanya, Pak Alip pernah bilang sama dia gini, "Kamu jangan nunggu sampai skripsimu bagus, kerjakan aja sebisamu, tunjukkin ke saya nanti saya perbaiki". Baik banget, kaan! Oya, waktu aku mulai skripsi mas Dody (akhirnya) mengakhiri skripsinya, lho! Sekarang dia sudah resmi bergelar S.S., Sarjana Selo eheehh, maksudku Sarjana Sastra :).
Bab 1 selesai dan langsung aku print, eehhh giliran mau ketemu Pak Alipnya malah sibuk melulu. Sehari aku datang ke kampus pagi jam 9, nggak ketemu. Sekalian siang jam 1, nggak ketemu. Ah ya sudah, aku pun menaruh draft Bab 1-ku di lokernya Pak Alip di Common Room (tempat nongkrongnya para dosen Sastra Inggris). Aku sempat ngerasa nggak enak juga sebenarnya, belum pernah istilahnya "nembung (ngomong)" kalau aku ini anak bimbingannya kok langsung ngumpulin di loker aja. Selang beberapa hari kemudian, aku iseng main ke Common Room untuk mencari Pak Alip, kebetulan banget beliau ada di situ lagi pasang sepatu. Aku mendekati perlahan sambil bilang, "Permisi, Pak Alip. Hari ini bapak ada waktu nggak ya, Pak?" yang dijawab dengan, "Saya sibuk. Ada apa?". Aku pun menjelaskan maksud dan tujuan aku untuk bimbingan skripsi yang dijawab pak Alip dengan, "Kalau sebentar ya nggak pa-pa, kamu sudah ambil yang sudah saya koreksi? Ambil dulu di loker sekre". Aku langsung lari ke sekre dan kembali lagi ke Common Room dalam waktu kurang dari 2 menit. Pak Alip pun menjelaskan coretan-coretan beliau di kertas dan memberikan saran juga masukan untuk perbaikan. Setelah selesai dan pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya sudah aku tulis di buku terjawab (padahal belum aku tanyakan), aku pun berterima kasih dan pamit.
Revisi. Hmm, memulai draft pertama aja sulit apalagi memulai untuk merevisinya. Revisi skripsiku nggak langsung saat itu juga aku kerjakan, lho. Perlu beberapa hari dulu aku lewatkan untuk merenung, lagi-lagi merasa nggak bisa, merasa bodoh, sebelum akhirnya bangkit lagi dan mulai merevisi. Saat mau mengumpulkan revisiku ini, lagi-lagi aku kesulitan untuk menemui Pak Alip, tambah sulit lagi karena Pak Alip kemudian berkabung atas kepergian ayahnya. Saat Misa Ekaristi di kediaman orangtua Pak Alip, kebetulan aku datang bersama mas Dody. Pak Alip sumringah gitu waktu liat mas Dody, pas liat aku beliau nanya ke mas Dody, "Adeknya?". Eheh, saya mahasiswa bimbingan bapak lho, pak :')
Mengulang seperti sebelumnya, aku taruh revisian skripsiku ke dalam loker di Common Room. Dua hari kemudian aku cek ke sekre, belum ada koreksian. Esoknya aku cek lagi, belum ada lagi. Tiga hari berturut-turut aku cek di sekre dan nggak menemukan draft Bab 1-ku yang sudah dicoret-coret, aku pun ke Common Room. Dan kebetulaaannn sekali Pak Alip ada di Common Room, sendirian, sedang melihat (atau membaca?) Kartu Keluarga. Aku nyamperin trus nanya, "Selamat pagi, Pak. Revisi saya sudah dicek belum ya, Pak?", Pak Alip melirik aku lalu bertanya, "Siapa namamu?" ehehehe "Ester, Pak," kemudian beliau menunjuk lokernya. Wow wow, ternyata revisiku sudah bertengger manis di situ!
Sepertinya siang itu Pak Alip moodnya lagi bagus jadi beliau lumayan iseng. Waktu aku lagi liat-liat coretannya, beliau nyeletuk, "Saya bilang apa di situ? Jelek, ya?" HAH? HAAAHHH?? Aku langsung bolak-balik kertasnya, memerhatikan setiap coretan dengan seksama sampai menemukan coretan Pak Alip di ujung halaman paling terakhir, "Engg, di sini ditulisnya 'Overall it's good' kok, Pak". Lalu beliau bertanya dan kami berdiskusi tentang Rumusan Masalah yang kedua di skripsiku sampai aku garuk-garuk kepala bilang, "Hehe, saya agak bingung juga, Pak". Jawabannya Pak Alip dong, "Oh ini bukan agak, sangat bingung" haha asem lah --". Kami diskusi lagi tentang kemungkinan aku menyebarkan kuesionar lalu terjadilah percakapan semacam ini:
Sampai saat aku menulis ini, revisian kedua untuk Bab 1-ku ini belum aku kerjakan sama sekali. Aku memutuskan untuk mengganti Object of The Study atau Sumber Penelitianku supaya lebih sederhana dan nggak ribet-ribet amat. Bersyukur banget pak Alip sangat kooperatif karena mau melayani bimbingan lewat surat elektronik selama aku magang 3 bulan di Jakarta. Semoga, semogaaaa skripsiku bisa segera selesai dan aku bisa menyandang gelar S.S tahun ini! *crossing my fingers*
Sekarang aku masih sering merasa nggak bisa dan nggak sanggup mengerjakan skripsi. Sebenarnya aku tahu satu-satunya yang bisa membuat aku merasa lebih baik...ya aku sendiri. Karena sebenarnya perasaan-perasaan itu aku sendiri yang menciptakan dan harusnya aku juga bisa memusnahkannya. Mengalahkan diri sendiri memang susah sekali, guys. Eh by the way, ngomong-ngomong, setelah tadi mampir Toga Mas dan membaca sekilas bukunya Diana Rikasari yang berjudul #88 LOVE LIFE aku jadi perlahan menemukan semangat dan asaku kembali nih. Kalimat-kalimat yang dituliskan di dalam buku itu penuh dengan aura positif yang bisa membuat pembacanya merasa lebih baik, lebih percaya diri dan lebih bersyukur akan diri sendiri. Sepertinya aku akan membeli buku itu deh secepatnya kalau aku ada uang sisa. Menurut aku, #88 LOVE LIFE adalah salah satu buku yang harus ada di rak buku setiap wanita atau yang merasa seperti wanita :).
Yap yap, memulai itu memang sulit karena pilihannya cuma mulai dikerjakan atau nggak dikerjakan sama sekali. Selagi masih hidup, menurutku manusia pasti akan merasakan kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu. It's a phase of life that human have to deal with anyway...
Aku sempat stres, lho untuk menemukan topik dan judul untuk skripsiku karena rasanya ide itu semrawut di pikiran. Pernah satu waktu aku sampai nangis dan nggak pengen skripsi aja, pesimis banget. Pacarku menyarankan untuk menemui dosen pembimbing skripsinya, seorang dosen senior yang diakui sangat menguasai linguistics, nama lengkapnya Francis Borgias Alip atau biasa dipanggil Pak Alip. I did as I told, daaannn....aku diberi pencerahan untuk judul, topik bahkan Problem Formulation atau Rumusan Masalah skripsiku! Judul dan topik skripsi pun aku ajukan sehari setelah aku konsultasi dengan beliau. Aku hanya menuliskan nama Pak Alip saja di Lembar Pengajuan Topik walaupun disarankan untuk mengajukan dua pilihan dosen sebagai dosbing. Kepedean banget emang.
Setelah judul dan topik aku kumpulkan, aku ke perpustakaan, ambil Kamus Bahasa Inggris, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Thesaurus dan Kamus Indonesia - Inggris. Kebetulan hari itu perpustakaan tutup lebih awal jadi aku hanya beberapa jam saja di situ yang hanya menghasilkan satu halaman Introduction dengan tiga paragraf. Hari itu aku semangat sekali! Tapi semangatnya nggak bertahan lama karena keesokan harinya aku merasa kehilangan motivasi, putus asa dan merasa nggak bisa mengerjakan skripsi. Setelah nama pembimbing skripsi diumumkan, aku malah tambah depresi. Satu waktu aku pernah datang ke perpus, baca buku trus nangis, ditanyain kenapa sama mas Dody, nangis, diem aja dengan tatapan kosong dan airmatanya keluar terus. Di dalam pikiranku aku selalu merasa aku nggak bisa, merasa bodoh dan nggak sanggup yang membuat aku nangis, nangis dan nangis. Saat itu aku nggak bisa ceritain ke mas Dody karena saking berantakannya pikiranku, aku nggak tahu gimana cara menyampaikannya. Nggak berhenti di situ aja, pernah juga aku banting-banting buku di perpustakaan dan langsung ngacir pergi karena ngerasa suntuk dan nggak bisa mengerti apa yang dituliskan di buku-buku teori yang aku baca (lebih tepatnya aku ambil dari rak). Sejak itu, aku ke perpustakaan untuk pinjam buku yang kemudian aku bawa balik dan baca kos, untuk jaga-jaga aja sih sebenarnya supaya aku nggak melakukan hal-hal bodoh lagi di tempat umum saat nggak bisa mengendalikan emosi.
Aku akhirnya mengerjakan Bab 1 dari skripsiku setelah mas Dody terus-terusan menyemangati dan mengingatkanku untuk mengerjakan sebisanya. Katanya, Pak Alip pernah bilang sama dia gini, "Kamu jangan nunggu sampai skripsimu bagus, kerjakan aja sebisamu, tunjukkin ke saya nanti saya perbaiki". Baik banget, kaan! Oya, waktu aku mulai skripsi mas Dody (akhirnya) mengakhiri skripsinya, lho! Sekarang dia sudah resmi bergelar S.S., Sarjana Selo eheehh, maksudku Sarjana Sastra :).
Bab 1 selesai dan langsung aku print, eehhh giliran mau ketemu Pak Alipnya malah sibuk melulu. Sehari aku datang ke kampus pagi jam 9, nggak ketemu. Sekalian siang jam 1, nggak ketemu. Ah ya sudah, aku pun menaruh draft Bab 1-ku di lokernya Pak Alip di Common Room (tempat nongkrongnya para dosen Sastra Inggris). Aku sempat ngerasa nggak enak juga sebenarnya, belum pernah istilahnya "nembung (ngomong)" kalau aku ini anak bimbingannya kok langsung ngumpulin di loker aja. Selang beberapa hari kemudian, aku iseng main ke Common Room untuk mencari Pak Alip, kebetulan banget beliau ada di situ lagi pasang sepatu. Aku mendekati perlahan sambil bilang, "Permisi, Pak Alip. Hari ini bapak ada waktu nggak ya, Pak?" yang dijawab dengan, "Saya sibuk. Ada apa?". Aku pun menjelaskan maksud dan tujuan aku untuk bimbingan skripsi yang dijawab pak Alip dengan, "Kalau sebentar ya nggak pa-pa, kamu sudah ambil yang sudah saya koreksi? Ambil dulu di loker sekre". Aku langsung lari ke sekre dan kembali lagi ke Common Room dalam waktu kurang dari 2 menit. Pak Alip pun menjelaskan coretan-coretan beliau di kertas dan memberikan saran juga masukan untuk perbaikan. Setelah selesai dan pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya sudah aku tulis di buku terjawab (padahal belum aku tanyakan), aku pun berterima kasih dan pamit.
Revisi. Hmm, memulai draft pertama aja sulit apalagi memulai untuk merevisinya. Revisi skripsiku nggak langsung saat itu juga aku kerjakan, lho. Perlu beberapa hari dulu aku lewatkan untuk merenung, lagi-lagi merasa nggak bisa, merasa bodoh, sebelum akhirnya bangkit lagi dan mulai merevisi. Saat mau mengumpulkan revisiku ini, lagi-lagi aku kesulitan untuk menemui Pak Alip, tambah sulit lagi karena Pak Alip kemudian berkabung atas kepergian ayahnya. Saat Misa Ekaristi di kediaman orangtua Pak Alip, kebetulan aku datang bersama mas Dody. Pak Alip sumringah gitu waktu liat mas Dody, pas liat aku beliau nanya ke mas Dody, "Adeknya?". Eheh, saya mahasiswa bimbingan bapak lho, pak :')
Mengulang seperti sebelumnya, aku taruh revisian skripsiku ke dalam loker di Common Room. Dua hari kemudian aku cek ke sekre, belum ada koreksian. Esoknya aku cek lagi, belum ada lagi. Tiga hari berturut-turut aku cek di sekre dan nggak menemukan draft Bab 1-ku yang sudah dicoret-coret, aku pun ke Common Room. Dan kebetulaaannn sekali Pak Alip ada di Common Room, sendirian, sedang melihat (atau membaca?) Kartu Keluarga. Aku nyamperin trus nanya, "Selamat pagi, Pak. Revisi saya sudah dicek belum ya, Pak?", Pak Alip melirik aku lalu bertanya, "Siapa namamu?" ehehehe "Ester, Pak," kemudian beliau menunjuk lokernya. Wow wow, ternyata revisiku sudah bertengger manis di situ!
Sepertinya siang itu Pak Alip moodnya lagi bagus jadi beliau lumayan iseng. Waktu aku lagi liat-liat coretannya, beliau nyeletuk, "Saya bilang apa di situ? Jelek, ya?" HAH? HAAAHHH?? Aku langsung bolak-balik kertasnya, memerhatikan setiap coretan dengan seksama sampai menemukan coretan Pak Alip di ujung halaman paling terakhir, "Engg, di sini ditulisnya 'Overall it's good' kok, Pak". Lalu beliau bertanya dan kami berdiskusi tentang Rumusan Masalah yang kedua di skripsiku sampai aku garuk-garuk kepala bilang, "Hehe, saya agak bingung juga, Pak". Jawabannya Pak Alip dong, "Oh ini bukan agak, sangat bingung" haha asem lah --". Kami diskusi lagi tentang kemungkinan aku menyebarkan kuesionar lalu terjadilah percakapan semacam ini:
Pak Alip (PA): Trus kuesionernya mau kamu kasih ke siapa?
Aku (A): Ke temen-temen saya, Pak.
PA: Emang kamu punya temen? Kamu kan nggak punya temen.
A: ..................(serius aku speechless).
PA: Kalau teman-teman kamu nggak mau baca artikel kamu gimana?
A: ...................
Sampai saat aku menulis ini, revisian kedua untuk Bab 1-ku ini belum aku kerjakan sama sekali. Aku memutuskan untuk mengganti Object of The Study atau Sumber Penelitianku supaya lebih sederhana dan nggak ribet-ribet amat. Bersyukur banget pak Alip sangat kooperatif karena mau melayani bimbingan lewat surat elektronik selama aku magang 3 bulan di Jakarta. Semoga, semogaaaa skripsiku bisa segera selesai dan aku bisa menyandang gelar S.S tahun ini! *crossing my fingers*
Sekarang aku masih sering merasa nggak bisa dan nggak sanggup mengerjakan skripsi. Sebenarnya aku tahu satu-satunya yang bisa membuat aku merasa lebih baik...ya aku sendiri. Karena sebenarnya perasaan-perasaan itu aku sendiri yang menciptakan dan harusnya aku juga bisa memusnahkannya. Mengalahkan diri sendiri memang susah sekali, guys. Eh by the way, ngomong-ngomong, setelah tadi mampir Toga Mas dan membaca sekilas bukunya Diana Rikasari yang berjudul #88 LOVE LIFE aku jadi perlahan menemukan semangat dan asaku kembali nih. Kalimat-kalimat yang dituliskan di dalam buku itu penuh dengan aura positif yang bisa membuat pembacanya merasa lebih baik, lebih percaya diri dan lebih bersyukur akan diri sendiri. Sepertinya aku akan membeli buku itu deh secepatnya kalau aku ada uang sisa. Menurut aku, #88 LOVE LIFE adalah salah satu buku yang harus ada di rak buku setiap wanita atau yang merasa seperti wanita :).
Yap yap, memulai itu memang sulit karena pilihannya cuma mulai dikerjakan atau nggak dikerjakan sama sekali. Selagi masih hidup, menurutku manusia pasti akan merasakan kesulitan untuk memulai mengerjakan sesuatu. It's a phase of life that human have to deal with anyway...
No comments:
Post a Comment
Thank you for visiting and reading my blog, don't forget to leave your comments or suggestions here :D