The LORD is my shepherd; I shall not want.
- Psalms 23:1

Tuesday, May 20, 2014

Menuju Puncak Ungaran

Alohaaa!!

Udah lama aku pengen banget berbagi cerita tentang petualanganku dengan teman-teman sebulan yang lalu, tapi karena aku sedang memasuki fase malas menulis dan didukung oleh kegiatan seabrek, jadilah keinginanku itu tertunda.

Behold my friend, this is going to be a long story...

Tepat pada tanggal 19 April lalu rencana dadakan untuk mendaki gunung Ungaran akhirnya terealisasikan. Awal mula rencana ini muncul saat aku dan mas Dody pamer ke koh Li kalau kita abis jalan-jalan ke Semarang trus mampir ngopi ke Sidomukti yang ada di lereng gunung Ungaran dengan pemandangan keren abiiisss, spontan koh Li langsung bilang, "Mau naik gunungnya sekalian nggak?" Dengan girangnya aku langsung jawab, "Mauu!! AYUUUKKK!!!" Jadilah kita merencanakan tanggal, itinerary, barang-barang yang diperlukan juga rute perjalanan. Awalnya yang fix berangkat itu ada 6 orang, tapi menjelang keberangkatan 2 orang batal ikut. Sehari sebelum berangkat, mas Dody ajak temen SDnya yang langsung menyanggupi ikut berangkat walaupun mendadak. Akhirnya kita berlima; aku, mas Dody, koh Li, Endi (adeknya mas Dody) dan mas Mahesa (temen SDnya mas Dody yang kebetulan waktu SMA dulu sekomunitas bareng aku) berangkat menuju Gunung Ungaran Sabtu pagi. Iya cuy, aku yang paling cantik di antara mereka semua. MUHAHAHAHA *tertawa puas!!!*


Kita janjian kumpul jam 7 pagi sebenarnya, tapi yaa...namanya aja tukang ngaret, kita baru beneran kumpul sekitar jam 8an di kosnya mas Dody. Tentunya biar ga semaput di jalan (lelucon yang selalu dilontarkan orangtuaku karena kejadian itu tuh) kita sarapan dulu, cari yang murah meriah lah namanya juga anak kos. Selesai sarapan kita mampir rumahnya mas Mahesa buat ganti motor soalnya motor dia spionnya cuma satu. Catatan bagi para pengendara motor, biasakan gunakan spion standard yaa gausah dicopot-copot, kalau lepas pasang lagi biar ga disemprit pak polisi :)

Petualangan dimulai! Kita lewat jalan Magelang yang sudah mulai ramai dengan kendaraan bermotor lainnya. Di tengah jalan kita sempat mampir istirahat sebentar di sebuah warung kecil pinggir jalan karena boyok (pinggang) kita pegel. Setelah beberapa kali meneguk air mineral, kita pun melanjutkan perjalanan kita menuju Sidomukti, start point untuk pendakian kita :D Kalo yang kemarin itu aku dan mas Dody ke Sidomuktinya lewat jalur Ungaran, kali ini kita memilih lewat Bandungan biar lebih deket. You know what, ternyata yang kita kesasar di daerah karaokean kemarin itu, kita udah ada di kawasan Bandungan, cuuuyyy!!! Aaaarrrggghh, pantesan aja kebablasan jauh bingit!!


Untuk sampai ke desa Sidomukti kita harus melewati tanjakan-tanjakan yang curam gitu cuy, disarankan bagi pengendara untuk mengendarai motornya secara zigzag supaya ngegasnya lebih enteng. Oya, di jalan kita ketemu sama para mountain biker yang lagi tracking menuruni gunung gitu. Seru banget ngeliatnya sekaligus seram karena sepedanya kaya kebanting-banting gitu!

Oya, tarif yang diberlakukan untuk masuk ke kawasan panorama Sidomukti ini adalah Rp 4.000/orang. Kita kemarin juga dikenai tarif parkir sepeda motornya Umbul Sidomukti seharga Rp 2.000/motor, padahal parkirnya kan bukan disitu. Sedangkan tarif sumbangan pengelolaan dan pemeliharaan lokasi pendakian gunung Ungaran yang dibayarkan di basecamp Mawar adalah Rp 3.000.

Sekitar jam 12 siang kita baru sampai base camp Mawar yang berlokasi di desa Sidomukti. Abis markirin motor, kita registrasi dulu sama penjaga pos. Data yang diminta cuma jumlah anggota sekaligus berapa jumlah cowok-ceweknya, keperluan (mau muncak atau camping doang) dan nomor yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat (just in case).

Untungnyaaa ada beberapa warung makan sederhana yang dikelola warga sekitar di kawasan basecamp Mawar ini. Kita ngecharge lagi energi kita yang tadinya udah mulai habis selama perjalanan dengan mie instant kuah, gorengan dan minuman hangat. Kurang lebih pukul 1 siang kita memulai pendakian kita untuk menaklukkan gunung Ungaran yang "katanya" cocok untuk para pemula.

Emang dasar pendaki pemula, baru jalan bentar udah break ajah. Padahal sebelum mendaki udah rutin jogging, lho. Maklum lah ya, namanya juga baru mendaki pertama kali :p Cuma dua orang dari kita yang udah pernah naik gunung sebelumnya yaitu koh Li dan mas Mahesa. Sebagai permulaan, trek yang dilalui landai, kadang diselingi dengan tanjakan berkerikil terjal jadi kalau nggak hati-hati bisa kepleset atau terperosok. Selama berjalan kita disuguhi sama pemandangan pegunungan yang khas, jadi capeknya nggak terlalu terasa (walaupun teteuuupp sering berhenti istirahat buat ambil nafas hahaha).

Muka masih seger, bedak dan sunscreen belum kecampur sama keringat. 
Keringat udah mulai sebiji jagung, hahaha!
Awalnya kita disambut oleh kawanan hutan pinus gitu, berasa kaya Bella Swan lagi diajak jalan-jalan sama Edward Cullen. *puhlease!*








Istirahat, ambil nafas.
Sekitar satu jam kita berjalan, terdengar suara gemericik air yang lumayan deras. Samar-samar dari balik semak-semak aku lihat gerojogan (air terjun) kecil.

Apakah itu, menyembul di balik semak-semak, bikin penasaran.
Ternyata emang air terjun, cuy! Disini kita sempatin waktu buat selfie dulu, foto-foto biar kece. Ala-ala quotenya traveler gitu, take nothing but picture :p




Airnya seger, lho!
Setelah melewati air terjun ini kita langsung diperhadapkan pada sebuah tanjakan curam dan berbatu. Baru lihat aja kita udah ciut duluan yang berujung pada acara break dan foto-foto (lagi), nyiapin mental, tenaga dan nafas untuk melewatinya.


ki-ka: Endi, koh Li, mas Mahesa, mas Dody, Ester :D
Kita pikir setelah tanjakan itu kita bakal melewati jalan yang landai dan menyenangkan...ternyata engga, cuy. Kita di-php sama alam. Justru tanjakan itu tadi adalah awal dari semuanya, dan tanjakan itu belum seberapa!

Belum ada separuh perjalanan, eh sol sepatunya mas Dody udah copot aja. Ya maklum lah, namanya juga sepatu lawas. Kita berhenti sejenak di sebuah pos kecil di tengah hutan. Berbekal ilmu pengawuran yang sebenarnya menjiplak dari Naya waktu dia jalan-jalan ke air terjun Madakaripura tapi ga bawa sendal gunung, aku mengikatkan kaki mas Dody pada sandal swallow menggunakan tali rafia. Haelah, namanya juga pakai kekuatan aji-aji pengawuran, baru dipakai jalan sebentar belitan talinya udah bubrah ajaaa.



Ada hal janggal yang terjadi saat kita lagi nyantai di pos kecil ini, cuy. Disini kita nggak sendirian karena ada pendaki lain yang dalam perjalanan turun. Saat kita lagi asyik-asyiknya bersenda gurau, tiba-tiba, "BAAAMMM!!!" Atap sengnya pos itu seperti dilempari benda berat dengan sangat kuat. Kita langsung mingkem semua kemudian bergumam, "Amit (Permisi)". Asumsi yang bikin kita mikir itu kejadian janggal adalah kondisi pepohonan di atas atap pos itu yang nggak berbuah, jadi nggak mungkin kalau itu buah. Mungkin ranting, tapi saat itu kita nggak ada lihat ranting jatuh, lha nggak ada angin juga. Kita sih mikirnya, namanya aja gunung yaa...pasti ada penunggunya, mungkin "beliau" nggak suka dengar kita ribut-ribut atau gimana. Entahlah.

Gausah tegang gitu dong bacanya :p Hahahaha! Intinya sebenarnya wajar kalau gunung itu punya penunggu yang tak terlihat, asalkan kita sopan (katanya sih) mereka nggak akan ganggu. Syaratnya cuma nggak buang sampah sembarangan (dalam bentuk apapun, kalo mau buang sampah biologis harus permisi dulu), nggak teriak-teriak atau berbicara dengan volume berlebihan, nggak berkata-kata saru, kotor atau kasar, nggak mengambil apapun dari gunung (metik bunga, bawa kerikil, dsb) dan nggak meremehkan gunung itu. Percaya nggak percaya sih, cari amannya saja laah :D

Maafkan aku karena sebenarnya aku tuh rada-rada lupa sama jalan yang kita lewati kemarin. Yang jelas setelah melewati pos tempat kita "dilemparin" itu kita sampai di sebuah kolam yang katanya udah ada dari jaman dulu. Kolamnya kecil dan airnya warna hijau pekat gitu, entah deh ada kehidupan atau engga di dalamnya. Disini kita ketemu sama beberapa rombongan pendaki yang sedang mengaso dalam perjalanan turun. Kita nanya ke salah satu mas-mas berapa lama lagi sampai puncak dan masnya bilang, "Sekitar 6-8 jam lagi". WHAAATTT???? Padahal kita udah jalan lumayan jauh lho itu dan bahkan setengahnya aja belum ada? Hiks!



Setelah kolam itu, kita melewati kebun kopi gitu, cuy. Lucu deh tanaman kopinya, bijinya warnanya merah-merah gitu, pengen ambil tapi trus ingat lagi sama prinsip pendaki di atas *ngulum jari* *mupeng*.

Beranjak dari kebun kopi, akhirnya kita sampai juga di kebun teh Medini! Pemandangannya baguuusss bangeeetttt, seger mata lihat semua serba hijauuuuu. Disini kita istirahat lagi buat menikmati pemandangan dan foto-foto sebentar.






Aku membawa si Bromint kesayanganku untuk menemani pendakianku yang pertama ini :D



Baru aja jalan sebentar dari kebun teh ini, trus telingaku dengar kaya suara hujan turun. Aku langsung minta berhenti buat pasang jas hujan. Cowok-cowok awalnya pada kaya underestimate gitu karena hujannya cuma lewat. Eh, nggak berapa lama ternyata hujan lebatnya menghampiri kita juga. See, don't underestimate girls' intuition, cuy!

Dari kebun teh inilah pendakian yang sesungguhnya dimulai. Bukan hanya kaki yang dipakai untuk berjalan, tapi juga tangan dan lengan untuk mengangkat badan dan bahu untuk menggendong carrier yang beratnya berkilo-kilo. Nggak jarang kita harus merangkak atau merunduk saat ada pohon yang udah tumbang melintang di jalan.

Sialnya, di tengah perjalanan hypotensiku kambuh. Aku hampir pingsan, cuy! Udah keringat dingin dan kepala pening, aku ngerasain isi kepalaku muter-muter kaya ada pusarannya. Baru beberapa meter jalan, berhenti dulu. Jalan beberapa meter lagi, berhenti lagi. Saat ada tempat yang agak lapang kita memutuskan berhenti supaya aku bisa minum suplemen penambah darah dan istirahat sebentar. Aku selonjoran sambil menyandarkan badan ke pohon sedangkan para lelaki merencanakan gimana caranya bawa aku ke atas puncak. Mereka berasumsi aku kecapekan menggendong carrier yang beratnya lumayan, jadi mas Mahesa dan mas Dody memutuskan untuk bergiliran membawa carrierku.

Melihat gimana capeknya mereka bawa carrierku jadi nggak tega. Baru jalan sebentar udah berhenti karena kecapekan :( Aku jadi merasa ngerepotin banget :( Nggak lama aku minta carrierku balik, mereka agak ragu gitu karena aku masih terlihat pucat. Aku yakinin kalau aku kuat, dan akhirnya kita meneruskan perjalanan menuju puncak.

Hari semakin gelap, hawanya juga semakin dingin tapi kita belum nyampe-nyampe juga ke puncaknya. Berkali-kali ketipu sama batu gede yang kita pikir di baliknya itu puncak tapi ternyata bukan. Perut udah lapar, tenaga udah mulai berkurang, hawa yang dingin dan oksigen yang mulai menipis bikin kita gampang capek. Apalagi batu-batu yang kita hadapi itu guede-guede, 1 meteran ada kali tingginya, udah gitu di sampingnya jurang lagi! Sampai-sampai saat itu kita udah mikir, nggak usah nyentuh puncak nggak pa-pa deh, yang penting bisa bangun tenda dan bikin makanan.

Makin malam, kabut tebal pun mulai turun. Lampu-lampu kota Semarang yang tadinya kelihatan indah banget mulai kabur, bintang-bintang yang bertaburan di atas langit juga mulai tak terlihat. Kita udah nggak ada lagi acara ngobrol-ngobrol, yang keluar dari mulut cuma kata; "Hati-hati!", "Awas!", "Tinggi!", "Licin!", "Mulus!", "Cantik!" Well, sebenarnya kata-kata itu digunakan untuk mendeskripsikan medan yang akan dilalui sih, trus dua kata yang di belakang itu ditambahin sendiri sama mereka para lelaki.

Susunan barisannya saat itu koh Li ada di depan sebagai leader, aku ada di belakangnya, mas Dody ada di belakangku diikuti Endi dan mas Mahesa di paling belakang. Yang aku rasain saat itu adalah deg-degan dan khawatir; deg-degan karena gelap gulita di tengah alam terbuka, jalannya kecil, harus manjat batu tinggi dan licin yang mana sisi kirinya jurang, khawatir kalau-kalau nanti jadinya tidur di atas batu karena tenaga udah benar-benar habis. Untungnya mas Dody ada bawa gula merah, tiap istirahat kita oper gula merahnya buat dimakan bareng-bareng. Lumayan lho, tenaga jadi rada dipulihkan :D

Saat kita bener-bener udah mau menyerah, udah pengen cari tanah yang rada lapang aja trus berdiriin tenda dan masak mie, kita papasan sama rombongan pendaki yang kelihatan masih segar bugar. Kita berjalan beriringan sambil ngobrol-ngobrol; tanya asalnya darimana trus udah pernah naik gunung apa aja. Ternyata salah satu dari rombongan itu pernah mendaki gunung Ungaran dan dia bilang puncaknya itu udah ada di depan mata. Nggak lama, kita melihat tanah lapang  yang dipenuhi tenda warna-warni seiring dengan masnya yang bilang, "Nih, udah sampai puncak."

Kyaaaaa rasanya seneeeennngggg buwangggeeeettt!!! Mau teriak tapi saat lihat jam, ups, ternyata udah jam 21:30 aja. Gila! Berangkat jam 1 siang sampai puncaknya hampir tengah malam, cobaa! Kita langsung berdiriin tenda saat itu karena emang udah capek banget. Bentuk tenda kita nggak karuan, yang harusnya guede dan muat 6 orang, ini buat 5 orang aja umpel-umpelan. Setelah tenda berhasil dibuat, para lelaki langsung masak mie instant sedangkan aku bersihin badan dan ganti baju di dalam tenda. Keluar dari tenda aku dibuat terpukau, mereka mencampurkan mie instant rebus rasa ayam bawang, rasa soto ayam dan mie instant goreng ke dalam satu panci dan bumbunya dimasukkin semua ke dalamnya. Hm, lezat sekali :') Berhubung lapar, mie campur aduk itu terasa enaaaaaaakkkkkkkkk bangetttt di lidah juga di perut. Udah kenyang, kita pun bergegas tidur karena emang badannya loyo semua hahahaha :D

Gunung Ungaran itu ibarat soal ujian dari dosen, cuy. Iya sih keliatannya soalnya pendek-pendek, tapi jawabannya bikin pegel otak dan tangan! Mental bener-bener diuji saat mendaki gunung ini; saat udah capek dan berasa ga mampu lagi buat nerusin perjalanan trus mikir mau menyerah, tapi rasanya nanggung banget kalo harus balik lagi ke bawah. Kaya ngerjain skripsi, di tengah jalan rasanya stuck, ngerasa udah nggak ada jalan, nyasar, tapi kalo mau balik lagi ke titik awal kok yo eman-eman. Hahahaha!

Naik gunung itu emang beda sama jalan-jalan biasa. Kalo mental dan fisiknya nggak kuat, alih-alih menaklukkan malah ditaklukkan sama gunungnya. Persiapan fisik dan mental jauh-jauh hari sebelum naik gunung itu penting banget. Nggak usah lah pakai baju-baju yang bagus, lha wong nanti ya bakal kotor kena pasir, debu dan tanah liat. Mie instant adalah makanan wajib untuk dibawa, mungkin sih kalau mau masak yang rada ribet di atas gunung tapi ya kerempongan ditanggung sendiri :p

Sebuah perjalanan selalu menciptakan cerita, ini cerita tentang pendakian Gunung Ungaran untuk pertama kalinya bagi kita berlima. Masih ada cerita saat kita berjalan menuruni Gunung ini, penasaran? Baca disini ya!

Terimakasih sudah membaca, jangan lupa tinggalin jejak di boks komentar yaa :D
take care, GBUs!

4 comments:

  1. Pgn kesana mbak gara2 liat fotonya, tp kok hampir 9 jam ya. Duhh..

    ReplyDelete
    Replies
    1. dicoba ajaa des :D Itu 9 jam lebih karena banyak istirahat dan aku hampir pingsan juga hehehe Seru lho :D

      Delete
  2. wah, jadi pengin kesana ya.
    :))

    ReplyDelete

Thank you for visiting and reading my blog, don't forget to leave your comments or suggestions here :D